Ah entahlah, bingung sendiri aku memikirkannya.
Tapi betullah itu. Bersenang-senang dan berduka-duka seolah berebutan menguasai suasana hati selama dua bulan terakhir ini, Juni-Juli. Alangkah indah nama mereka berdua. Bagai dua kembar sejoli tak terpisahkan sampai kapan pun jua. Aku cemburu. Itulah, kecemburuanku pada bulan yang fana namun abadi. Tak sepertiku, fana tetaplah fana. Takkan bisa abadi. Terutama cintaku. Tidak seperti ujar Pramoedya yang berkata, "Yang fana adalah waktu, kita abadi". Juni masih tetap seromantis "Hujan bulan Juni" yang selalu bisa menyembunyikan cinta dan rindunya yang juga sama abadi seperti ia. Yang tidak romantis hanya aku.
Ada pun aku. Aku yang terpilih untuk menginjakkan kaki di tanah Pejaten ini tentulah engkau tahu aku. Si buruk rupa bermulut dua, katanya. Si bodoh tak tahu malu, ujarnya. Tapi aku bersyukur, yang buruk rupa dan bodoh ini bisa bersama mencari warna hidup dengan mereka. Menggapai mimpi di dua bulan penuh mimpi bagi angsa buruk rupa ini.
Prilly Upartini asmaku. Upartini dikenalnya aku di sini, tapi lain lagi sebutanku di dunia luar sana. Tapi, apalah artinya nama, bukan? Cinta dan kasih sayang yang kuujarkan di atas terselip selama dua bulan. Di sela kegiatan, di luar kegiatan. Baik dari orang lain kepadaku maupun dariku kepada orang lain. Canda, gembira, tangis, duka, kesal, lelah yang tercipta mewarnai kita semua.
Tapi itu membuat kita merindukannya lagi, bukan?
Baca:
Inventarisasi dan Katalogisasi Buku Perpustakaan
Tepuk Seirama Saman
Bimbingan Belajar
Sosialisasi Perguruan Tinggi dan Akses Beasiswa
Outbound for Creativity
Pelatihan Menulis Sastra untuk Mading
Kisah lain:
Sebait
0 komentar:
Posting Komentar