05/06/14

Cerita Rakyat, Cerita Warisan Leluhur


Rasanya untuk bulan Mei lalu saya terlalu sering mendengar kata yang berhubungan dengan ‘cerita rakyat’ dari berbagai media. Di mulai dari ajakan teman untuk ikutan event Camp NaNoWriMo & antologi cerita daerah. Kemudian ada FanFiction Event: Folktale Month. Lalu di malam selasa kemarin, saya nonton acara TV favorit yang merupakan sebuah acara parody Indonesia Lawak Klub yang mengusung tema Cerita Rakyat: Merakyat atau Dilupakan yang semakin menggelitik hati saya untuk menulis artikel yang berkaitan erat dengan cerita rakyat ini.


Apa sih cerita rakyat itu?

Dari namanya sendiri, cerita rakyat berarti cerita yang hidup di tengah-tengah rakyat. Cerita rakyat seringkali dituturkan oleh ibu kepada anaknya entah itu untuk sekedar mengisi waktu kosong, atau sebelum si anak tidur. Dari sejarahnya, cerita rakyat itu pertama kali diturunkan secara lisan dari satu generasi kepada generasi yang lebih muda. Meskipun sekarang tradisi mendongeng ini semakin sedikit karena kesibukan orang tua yang memiliki jadwal jauh lebih padat daripada para orang tua jaman dulu dan mengingat anak jaman sekarang yang memandang cerita rakyat ataupun mendongeng adalah sebuah tradisi yang kuno.

Dulu, cerita rakyat jarang ada yang dituliskan mengingat tukang cerita yang menuturkannya belum tentu bisa membaca, sehingga cerita rakyat cenderung mengalami perubahan jika diceritakan kembali oleh orang yang berbeda. Berbeda dengan sastra tertulis yang hidup di istana kerajaan yang memiliki bukti nyata berupa tulisan dalam naskah-naskah kuno. Tapi, tidak jarang ada pula cerita rakyat yang kemudian diangkat menjadi sastra tertulis karena kehendak istana. Itu pun ceritanya kemudian disusun kembali dan disesuaikan dengan kehendak istana.

Apa yang menjadi ciri khas cerita rakyat?

Cerita rakyat mencakup suatu bidang yang cukup luas, cerita-cerita, ungkapan, peribahasa, nyanyian, adat resam, undang-undang, teka-teki, permainan, kepercayaan dan perayaan yang kesemuanya itu bisa didapatkan di dalam cerita rakyat. Dengan mengkaji cerita atau sastra rakyat, dapat diketahui pandangan dunia, nilai kemasyarakatan dan masyarakat yang mendukungnya.

Menurut Liaw Yock Fang, cerita rakyat dibagi menjadi empat jenis, yaitu:

  • Cerita asal-usul
Atau bahasa kerennya dongeng aetiologis. Merupakan cerita rakyat paling tua yang sudah bisa dimasukkan ke dalam bidang mitos, dan cerita yang dianggap benar-benar terjadi oleh penceritanya. Cerita asal-usul, bukan saja menceritakan asal mula suatu tempat atau desa. Tapi juga menceritakan penciptaan alam semesta seperti bumi, matahari, bulan, dan manusia. Ada pula asal-usul berbagai tanaman dan tumbuh-tumbuhan, dan binatang. Atau penjelasan mengapa di tepi sungai hutan rimba banyak pohon-pohon yang tinggi, atau bahkan penyebab tongkol jagung berlubang dan lain sebagainya. Mau tahu beberapa dongeng aetiologis? Bisa baca di Ringkasan Beberapa Dongeng Aetiologis.
  •  Cerita binatang.
Yang biasa disebut dengan cerita fabel, dimana binatang-binatang diceritakan memiliki kemampuan dan berlaku layaknya manusia. Cerita binatang ini termasuk jenis sastra rakyat yang sangat populer, karena masing-masing bangsa di dunia ini memiliki cerita binatang. Kayak bangsa Melayu, Jepang, India, dll. Cuman anehnya, ada cerita-cerita binatang dari beberapa bangsa yang punya banyak persamaan. Seperti contohnya cerita Kancil yang lomba lari dengan Siput. Nah, ternyata cerita perlombaan dua binatang itu tidak hanya dimiliki oleh Indonesia, seorang. Tapi juga ada di India, Eropa, Jepang, dll. Yang berbeda adalah jenis binatangnya. Nah, kalau di Indonesia kan yang berlomba lari adalah Kancil dan Siput. Kalau di India beda lagi. Yang berlomba justru Kura-kura dan Burung Garuda yang dipercaya sebagai tunggangan Dewa Wisnu. Kalau di Eropa yang berlomba adalah Kura-kura dan Kelinci. Di cerita lain pun begitu juga.
Loh, kok bisa sih ada kesamaan cerita seperti itu? Jangan-jangan yang lainnya ngeplagiat lagi.
Hehehe, kayak kasusnya sinetron yang ngeplagiat drama aja ah. Sampai sekarang sih, belum ditemukan kebenarannya kayak gimana. Tapi ada lumayan banyak teori dari para sarjana yang seneng dongeng /heh yang mencoba menjawab pertanyaan di atas. Ada yang bilang karena cerita-cerita binatang itu sumber aslinya dari India, terus kesebar di Asia dan Eropa. Uhm… emang bener sih. Mengingat di India memang banyak ditemukan kumpulan cerita binatang yang katanya Liaw Yock Fang ‘masyhur’, macem cerita Jataka, Pancatantra, dan Sukasapti (dan penulis belum baca tiga-tiganya, hehe /plak). Soalnya, dalam pandangan orang-orang India tuh, semua makhluk—entah yang bentuknya dewa, jin, atau manusia, bahkan binatang—itu sama aja. Mereka percaya manusia itu kalau menititis (?) mungkin bakalan jadi binatang. Gitu juga binatang yang mungkin bisa jadi manusia juga. Jadi karena kepercayaan gitu kali ya binatang dibikin sama kayak manusia, bisa ngomong dan berpikir. Kalau misalnya manusia yang dibikin kayak binatang? Hm… mungkin banyak juga terdapat di dunia ini. Hehe.

Teori lain bilang beda lagi. Mereka berpendapat kalau cerita binatang tuh lahir dalam masyarakat yang primitif di mana saja. Jadi, gak mesti di India doang. Nah, masyarakat primitif ini kan manusianya masih tinggal di gua, terus tiap hari temenannya sama binatang aja. Jadi mereka lalu bergantung pada binatang buat hidup. Jadi, mereka tahu banget sifat-sifat binatang. Terus, binatang juga dikasih sifat-sifat manusia, dan bagi mereka perbedaan bentuk fisik tuh tidak penting. Duh, duh, duh, kayak Tarzan aja ya? Hehe. Salah satu contoh cerita binatang adalah Hikayat Pelanduk Jenaka.
  • Cerita jenaka
Cerita jenaka, ya berarti ceritanya jenaka. Kalau dari KBBI sih, arti dari jenaka adalah “membangkitkan tawa, kocak, lucu; menggelikan”. Jadi, kalau misalnya ada orang yang sukanya melucu, belum tentu jenaka karena belum tentu dia bisa membangkitkan tawa. Tapi, kalau ada orang yang gak ngomong aja udah bikin orang ketawa, nah berarti itu badut /hei!

Eh tapi, ternyata di kamus  A Malay-English Dictionary-nya R. J. Wilkinson, jenaka tuh memiliki arti, “wily, full of stratagem”. Jadi cerita jenaka itu bisa juga diartikan sebagai cerita mengenai tokoh yang lucu, menggelikan, atau licik dan licin.

Tahu gak sih, cerita jenaka tuh lahir karena manusia tuh lebay. Sebagai contoh tuh, kalau mau menceritakan kebodohan manusia, yang tercipta adalah tokoh yang bodoh banget. Kalau contoh di dalam cerita rakyat tuh, Pak Pandir. Kalau dalam kehidupan sehari-hari, silakan lihat TV aja dan pilih channel yang banyak acara lawak-lawakannya hehe.

Selain pembodohan, ada juga tuh, kalau mau menceritakan ke-hoki-an manusia, dibikin hoki banget, contohnya dalam cerita rakyat ya Pak Belalang. Terus kalau mau bikin tokoh licik, jadi licik banget kayak cerita Si Luncai. Kalau malang banget, ya kayak cerita Lebai Malang. Dan kalau mau yang lucu banget ya Abu Nawas.

Cerita jenaka tuh merupakan bagian dari sastra dunia. Kalau dalam sastra Jerman dan Belanda, ada tokoh terkenal yang namanya Uilenspiegel (uil: burung hantu, spiegel: cermin). Kalau dalam sastra Arab-Turki, ada yang namanya Jaha atau Khoja Nasreddin yang kalau dalam Arab-Parsi dikenal dengan nama Abu Nawas. Nah kalau dalam sastra Nuantara, orang Batak dikenal paling banyak tokoh-tokoh jenakanya, macem Ama ni Pandir, Si Lahap, Si Bilolang, dan Si Jonaha atau Jonaka. Terus Sunda juga punya Kebayan. Cuman Kebayan ini tuh lebih ke merangkum semua ciri cerita jenaka. Kadang dia bodoh banget, kadang-kadang dia juga licik, dan ada juga diceritain dia mujur dan selamat dari bahaya yang mengancamnya. Kalau dalam Sastra Jawa sih, cerita jenaka kurang berkembang. Apa karena orang Jawa suka serius, ya, makanya cerita jenaka gak laku. Hehe /plak. Uhm, tapi mungkin karena dalam pewayangan sendiri ada tokoh Punakawan yang selalu muncul dengan tingkah jenaka kayak Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong.
  • Cerita pelipur lara
Bahasa kerennya folk-romance. Orang Melayu sendiri yang namain kayak gituan. Kenapa? Karena cerita pelipur lara adalah jenis cerita yang berguna buat melipur hati yang lara, yang duka nestapa, dan galau. Nah, kan dulu gak ada yang namanya radio, TV, film. Jadi kalau lagi galau, makin merana deh karena sendirian, gak kayak anak muda jaman sekarang, yang galau dikit langsung pergi ke bioskop /heh.

Nah, karena itulah cerita pelipur lara jadi satu-satunya hiburan buat yang laranya terluka /elah ah. Kalau matahari sudah terbenam, terus orang kampung udah pada makan dan mulai istirahat, saat itulah si tukang cerita mulai beraksi. Bercerita dengan nada yang merata seolah-olah membaca dari sebuah kitab. Sampai larut malam, cerita itu terus berlanjut. Nah, kalau misalnya dalam satu malam aja belum selesai ceritanya, lanjut lagi ke malam berikutnya, dan episode dua dan seterusnya pun dimulai. Macem sinetron aja ye.

Nah, hebatnya tuh, si tukang cerita gak pernah bikin kesalahan dalam bercerita meskipun dia gak bisa baca tulis. Si tukang cerita ini dinamai sahibul hikayat, dan dia bercerita tuh demi mencari nafkah dari satu kampung ke kampung yang lain. Dan karena cuman si sahibul hikayat ini satu-satunya hiburan, so jelaslah kedatangannya selalu disambut hangat sama orang kampung.

0 komentar:

Posting Komentar